Seri Kisah : Apa Pun Yang Terjadi Patut Disyukuri
Rabu, 31 Juli 2013
0
komentar
Alkisah di sebuah kerajaan, sang raja memiliki kegemarannya berburu. Suatu hari, ditemani penasihat dan pengawalnya raja pergi berburu. Karena kurang hati-hati, terjadilah kecelakaan, jari kelingking terpotong oleh pisau yang sangat tajam. Raja bersedih dan meminta pendapat dari seorang penasihatnya. Sang penasihat mencoba menghibur dengan kata-kata manis, tetapi raja tetap sedih.
Karena tidak tahu lagi apa yang mesti diucapkan untuk menghibur sang raja, akhirnya penasihat itu berkata: "Baginda, apa pun yang terjadi patut disyukuri."
Mendengar ucapan penasihatnya itu sang raja langsung marah besar. "Kurang ajar, kena musibah bukan dihibur tapi malah disuruh bersyukur...!"
Lalu raja memerintahkan pengawalnya untuk menghukum penasihat tadi dengan hukuman 3 tahun penjara.
Hari terus berganti. Hilangnya jari kelingking ternyata tidak membuat sang raja menghentikan kegemarannya berburu. Suatu hari, raja bersama penasihatnya yang baru dan rombongan, berburu ke hutan yang jauh dari istana. Tidak terduga, saat berada di tengah hutan, raja dan penasihatnya tersesat dan terpisah dari rombongannya.
Tiba-tiba, mereka berdua dihadang oleh orang-orang suku primitif. Keduanya lalu ditangkap dan diarak untuk dijadikan korban persembahan kepada para dewa.
Sebelum dijadikan persembahan kepada para dewa, raja dan penasihatnya dimandikan. Saat giliran raja yang dimandikan, ketahuan bahwa salah satu jari kelingkingnya terpotong, yang diartikan sebagai tubuh yang cacat, sehingga dianggap tidak layak untuk dijadikan persembahan kepada para dewa. Akhirnya, raja ditendang dan dibebaskan begitu saja oleh orang-orang primitif itu. Dan penasihat barulah yang dijadikan persembahan bagi para dewa.
Dengan susah payah, akhirnya raja berhasil keluar dari hutan dan kembali ke istana. Setibanya di istana, raja langsung memerintahkan agar penasihat yang dahulu dijatuhi hukuman 3 tahun penjara segera dibebaskan. "Penasihatku, aku berterima kasih kepadamu. Nasihatmu ternyata benar, apa pun yang terjadi kita patut bersyukur. Karena jari kelingkingku yang terpotong waktu itu, hari ini aku bisa pulang dengan selamat..."
Kemudian, raja pun menceritakan kisah perburuannya waktu itu secara lengkap.
Setelah mendengar cerita sang raja, buru-buru si penasihat berlutut sambil berkata: "Terima kasih baginda. saya juga bersyukur baginda telah memenjarakan saya waktu itu. Karena jika tidak, mungkin sekarang ini, sayalah yang menjadi korban dan dipersembahkan kepada para dewa oleh orang-orang primitif itu."
Cerita di atas mengajarkan suatu nilai yang sangat mendasar, yaitu apa pun yang terjadi patut disyukuri, saat kita dala kondisi maju dan sukses, kita patut bersyukur, saat musibah datang pun kita tetap bersyukur. Dalam proses kehidupan ini, memang tidak selalu bisa berjalan dengan mulus seperti yang kita harapkan. Terkadang kita dihadapkan pada kenyataan hidup berupa kekhilafan, kegagalan, penipuan, fitnahan, penyakit, kecelakaan, kebakaran, bencana alam, dan lain sebagainya.
Manusia dengan segala kemampuan berfikir, teknologi, dan kemempuan antisipasinya, senantiasa mencegah adanya potensi-potensi kegagalan, bahaya, dan sebagainya. Namun kenyataannya, tidak semua aspek bisa kita kuasai. Ada wilayah "X" yang keberadaan dan kelangsungannya sama sekali di luar kendali manusia. Inilah wilayah wilayah Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala misterinya.
Sebagai mahkluk berakal budi, wajar kita berusaha menghindarkan segala bentuk merabahaya. Akan tetapi, jika merabahaya datang dan kita tidak lagi mampu untuk mengubahnya, maka kita harus belajar dengan rasa syukur dan jiwa yang besar untuk menerimanya. Dengan demikian, beban penderitaan mental akan jauh terasa lebih ringan, namun jika tidak, kita akan mengalami penderitaan mental yang berkepanjangan. Sungguh, bisa bersyukur dalam keadaan apa pun merupakan kekayaan jiwa.
Maka saya sangat setuju sekali dengan kata bijak yang mengatakan kebahagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur...
Karena tidak tahu lagi apa yang mesti diucapkan untuk menghibur sang raja, akhirnya penasihat itu berkata: "Baginda, apa pun yang terjadi patut disyukuri."
Mendengar ucapan penasihatnya itu sang raja langsung marah besar. "Kurang ajar, kena musibah bukan dihibur tapi malah disuruh bersyukur...!"
Lalu raja memerintahkan pengawalnya untuk menghukum penasihat tadi dengan hukuman 3 tahun penjara.
Hari terus berganti. Hilangnya jari kelingking ternyata tidak membuat sang raja menghentikan kegemarannya berburu. Suatu hari, raja bersama penasihatnya yang baru dan rombongan, berburu ke hutan yang jauh dari istana. Tidak terduga, saat berada di tengah hutan, raja dan penasihatnya tersesat dan terpisah dari rombongannya.
Tiba-tiba, mereka berdua dihadang oleh orang-orang suku primitif. Keduanya lalu ditangkap dan diarak untuk dijadikan korban persembahan kepada para dewa.
Sebelum dijadikan persembahan kepada para dewa, raja dan penasihatnya dimandikan. Saat giliran raja yang dimandikan, ketahuan bahwa salah satu jari kelingkingnya terpotong, yang diartikan sebagai tubuh yang cacat, sehingga dianggap tidak layak untuk dijadikan persembahan kepada para dewa. Akhirnya, raja ditendang dan dibebaskan begitu saja oleh orang-orang primitif itu. Dan penasihat barulah yang dijadikan persembahan bagi para dewa.
Dengan susah payah, akhirnya raja berhasil keluar dari hutan dan kembali ke istana. Setibanya di istana, raja langsung memerintahkan agar penasihat yang dahulu dijatuhi hukuman 3 tahun penjara segera dibebaskan. "Penasihatku, aku berterima kasih kepadamu. Nasihatmu ternyata benar, apa pun yang terjadi kita patut bersyukur. Karena jari kelingkingku yang terpotong waktu itu, hari ini aku bisa pulang dengan selamat..."
Kemudian, raja pun menceritakan kisah perburuannya waktu itu secara lengkap.
Setelah mendengar cerita sang raja, buru-buru si penasihat berlutut sambil berkata: "Terima kasih baginda. saya juga bersyukur baginda telah memenjarakan saya waktu itu. Karena jika tidak, mungkin sekarang ini, sayalah yang menjadi korban dan dipersembahkan kepada para dewa oleh orang-orang primitif itu."
Cerita di atas mengajarkan suatu nilai yang sangat mendasar, yaitu apa pun yang terjadi patut disyukuri, saat kita dala kondisi maju dan sukses, kita patut bersyukur, saat musibah datang pun kita tetap bersyukur. Dalam proses kehidupan ini, memang tidak selalu bisa berjalan dengan mulus seperti yang kita harapkan. Terkadang kita dihadapkan pada kenyataan hidup berupa kekhilafan, kegagalan, penipuan, fitnahan, penyakit, kecelakaan, kebakaran, bencana alam, dan lain sebagainya.
Manusia dengan segala kemampuan berfikir, teknologi, dan kemempuan antisipasinya, senantiasa mencegah adanya potensi-potensi kegagalan, bahaya, dan sebagainya. Namun kenyataannya, tidak semua aspek bisa kita kuasai. Ada wilayah "X" yang keberadaan dan kelangsungannya sama sekali di luar kendali manusia. Inilah wilayah wilayah Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala misterinya.
Sebagai mahkluk berakal budi, wajar kita berusaha menghindarkan segala bentuk merabahaya. Akan tetapi, jika merabahaya datang dan kita tidak lagi mampu untuk mengubahnya, maka kita harus belajar dengan rasa syukur dan jiwa yang besar untuk menerimanya. Dengan demikian, beban penderitaan mental akan jauh terasa lebih ringan, namun jika tidak, kita akan mengalami penderitaan mental yang berkepanjangan. Sungguh, bisa bersyukur dalam keadaan apa pun merupakan kekayaan jiwa.
Maka saya sangat setuju sekali dengan kata bijak yang mengatakan kebahagiaan dan kekayaan sejati ada pada rasa bersyukur...
Baca Selengkapnya ....